Perkembangan teknologi
informasi dan transportasi yang demikian pesat mengakibatkan komunikasi
berlangsung dengan sangat mudah, jarak tempuh seakan tidak lagi menjadi
permasalahan yang menghambat. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dapat dilakukan tanpa tatap muka langsung. Hampir seluruh informasi terbaru
dapat dengan mudah diakses melalui inter-net, bukan saja oleh masyarakat perkotaan, namun upaya pemerintah yang
demikian gencar menyediakan fasilitasi Inter-net disetiap kecamatan serta
sarana inter-net yang mobile menjadikan sarana ini juga telah mampu diakses
oleh masyarakat perdesaan. Upaya pemerintah ini tentunya perlu diapresiasi dan
perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan.
Tanpa disadari, perkembangan
teknologi ini telah mempengaruhi prinsip-prinsip dasar kehidupan termasuk
prinsip dasar profesi. Sebahagian besar memang mengarah pada perbaikan, namun
pada sisi yang lain, juga menimbulkan dampak negatif, salah satu dampak
negatifnya pada profesi penyuluh adalah terlupakannya kredo penyuluh.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) memberikan dua pengertian tentang kredo, yang pertama adalah pernyataan
kepercayaan (keyakinan) dan yang kedua adalah dasar tuntunan hidup, sehingga
kredo penyuluh dalam hal ini adalah tuntunan hidup seseorang yang harus
dipedomani dan dilaksanakan untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan layak
berada dalam kelompok profesi penyuluh.
Disengaja ataupun tidak,
kebijakan serta pengalokasian sumberdaya penyuluhan dititik beratkan pada penyediaan
dan pemanfaatan teknologi informasi, sarana transportasi, peningkatan
keterampilan/keahlian, dan kelembagaan penyuluhan, namun tidak pernah menyentuh
aspek yang mengharuskan seorang penyuluh kembali ke kredo sebagai seorang
penyuluh, Hal ini mengakibatkan hubungan penyuluh dengan sasaran penyuluhan
menjadi bagian yang terpisah dan atau menjadi suatu kesatuan yang semu,
sehingga tujuan penyuluhan untuk meningkatkan Pengetahuan, keterampilan dan
sikap (PKS) pelaku utama juga menjadi keberhasilan yang semu. setidaknya
kondisi ini telah berlangsung dalam satu decade terakhir.
Untuk menghindari
keberhasilan yang semu tersebut, maka setiap penyuluh harus kembali pada
kredonya, dan untuk itu para pembuat kebijakan hendaknya juga membuat regulasi,
mengalokasikan sumberdaya, menfasilitasi serta memutuskan dengan segera agar
semua penyuluh khususnya penyuluh perikanan mampu melaksanakan kredonya, yaitu
:
Kredo Pertama :
bertempat tinggal di Wilayah Kerja Penyuluhan Perikanan (WKPP), pada era tahun
80 an dimana transportasi dan sistem informasi komunikasi masih sangat
terbatas, setiap penyuluh yang ditugaskan akan bertempat tinggal di WKPP nya,
berinteraksi dengan masyarakat dan bahkan tidak sedikit yang berjodoh dengan
masyarakat setempat. Interaksi yang demikian erat antara penyuluh dan sasaran
penyuluhannya memberi kesempatan untuk belajar bersama serta tumbuh dan
berkembang bersama. Hubungan ini bukan saja menyangkut aspek-aspek perikanan
tetapi pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, sehingga Penyuluh adalah
bagian yang tidak terpisahkan dengan masyarakat. filosopi penyuluh adalah suluh
bagi masyarakat benar-benar terjadi. Dapat
dibanyangkan bila sebuah suluh berada jauh dari ruangan, demikianlah kondisinya
bila seorang penyuluh tidak tinggal bersama dengan sasaran penyuluhannya, hanya
akan memperoleh penerangan saat jadwal kunjungan saja, setelah itu akan gelap
gulita kembali.
Kredo Kedua :
Datangi, sayangi dan layanilah, paradigma birokrasi yang senantiasa ingin
dilayani sebenarnya tidak pernah berlaku untuk seorang penyuluh, namun pada
saat ini orientasi dan sikap penyuluh juga bergeser ingin didatangi, ingin
disayangi dan ingin dilayani. Pergeseran ini terjadi akibat tidak dipenuhinya
kredo pertama. Jarak yang jauh mengakibatkan frekwensi kunjungan relatif
rendah, komunikasi juga terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan
pekerjaan, interaksi terjalin dengan sangat lemah dan terkadang menjadi interaksi
parasitisme dan predator. Selama frekwensi kunjungan yang tinggi menjadi beban
bagi penyuluh maka selama itu pula kredo mendatangi, menyayangi dan melayani
menjadi hal yang sulit dilakukan.
Kredo ketiga :
belajarlah bersama sambil bekerja, penyuluh diharuskan belajar bersama dengan
para pelaku utama di WKPP nya, pembelajaran dimaksud tentunya bukan hanya dari
buku teks atau sekedar membaca informasi teknologi perikanan dari berbagai
media yang tujuannya hanya menambah pengetahuan saja, namun hal yang krusial
adalah belajar bersama melalui penerapan teknologi yang ada secara bersama baik
melalui demontrasi cara, hasil, maupun ujicoba lapang paket teknologi dan hal
inilah yang dimaksud dengan bekerja. Penerapan teknologi yang telah
terpublikasi dan diterapkan luas sekalipun didaerah lain memerlukan penyesuaian
penerapan didaerah tertentu yang disesuaikan dengan karasteristik wilayahnya,
ketersediaan sarana dan prasarana serta kemampuan permodalan para pelaku utama.
Ketika seorang penyuluh mampu belajar besama sambil bekerja dengan para pelaku
utama maka mereka akan dapat tumbuh dan berkembang secara bersama. Belajar
bersama dan bekerja merupakan metode yang efektif untuk peningkatan
keterampilan dan mendorong perubahan sikap para pelaku utama, disisi lain
penyuluh juga mengetahui permasalahan mendasar dalam penerapan teknologi yang
diujicobakan, serta akan berpeluang memperoleh tambahan penghasilan dari usaha
dimaksud bila berhasil dengan baik.
Bila bercermin pada masa
lalu di sektor tanaman pangan dan holtikultura, banyak penyuluh yang mapan
secara ekonomi karena menerapkan teknologi bersama dengan para petani, namun
berbeda dengan sektor perikanan, ketika ditahun 90 an budidaya udang cukup
menggiurkan para penyuluh perikanan jarang yang menerapkan sendiri tetapi malah
bekerja di perusahaan swasta sebagai supervaisor tambak dengan SOP yang telah ditetapkan
perusahaan dan ketika masa sulit terjadi para penyuluh perikanan tidak
memperoleh pembelajaran apapun untuk mampu memecahkan permasalahan yang ada.
Bagi pelaku utama dan penyuluh
pembelajaran ini sangat penting dan untuk itu para penyuluh harus didorong dan
difasilitasi agar mau dan mampu menerapkan teknologi perikanan yang berkembang
dan menyesuaikannya dengan karasteristik di WKPP nya masing-masing. Bentuk
fasilitasi dapat berupa penyediaan pembiayaan dengan sistem request proposal,
artinya setiap penyuluh diperkenankan menyampaikan proposal ujicoba lapang yang
akan diseleksi dan dibiayai oleh pemerintah atau lembaga lainnya sebagaimana
yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi atau LIPI untuk para peneliti.
Pentingnya pembelajaran
bersama antara pelaku utama dan penyuluh mengingatkan saya ketika diprospek
oleh seorang penyuluh perikanan senior bapak Polo Munte, yang mengatakan bahwa
waktu kerja penyuluh tidak dibatasi oleh jam kerja kedinasan tetapi seorang
penyuluh harus mampu berkerja tanpa batas. Bila penyuluh bertemu dengan pelaku
utama yang lebih berpengalaman maka penyuluh harus mau belajar kepadanya, bila
bertemu yang setarap maka berdiskusi menjadi moment yang tidak boleh
dilewatkan, bila bertemu dengan pelaku utama pemula maka kewajiban untuk
membagi pengetahuan dan keterampilan kepadanya dan bila bertemu dengan orang
yang tidak tahu tetapi berbicara seperti seorang yang mengetahui segalanya maka
saat itulah seorang penyuluh boleh beristirahat, artinya bahwa proses
pembelajaran bersama antara penyuluh dan pelaku utama tidak boleh berhenti
walau sesaatpun.
Kredo Keempat mulailah
dengan apa yang mereka ketahui dan membangunlah dengan apa yang mereka miliki. Untuk
mampu mengetahui apa yang diketahui dan apa yang dimiliki mengharuskan seorang
penyuluh menjadi sahabat bagi para pelaku utama. Persahabatan akan mendorong
keterbukaan, dan dengan dasar saling memahami maka penyuluh akan mampu
memberikan keterangan dan bimbingan serta saran yang sesuai dengan pelaku
utama. Kekeliruan yang sering terjadi selama ini adalah anggapan bahwa para pelaku utama memiliki
pengetahuan dan memiliki kemampuan yang sama dan ini mengakibatkan jumlah
pelaku utama yang mau dan mampu mengadopsi paket teknologi yang dianjurkan
relatif kecil.
Kredo
kelima: ajarilah dengan contoh contoh dan jangan menggurui, transpormasi
informasi dan teknologi dari penyuluh
kepada sasaran penyuluhan berbeda dengan transpormasi pengetahuan dari seorang
guru kepada murid. Secara umum seorang murid adalah orang yang belum pernah
mengetahui apa yang dijelaskan oleh guru serta akan memiliki resiko bila tidak
melaksanakan apa yang diajarkan oleh gurunya sebaliknya para pelaku utama
sebagai sasaran penyuluhan adalah orang yang telah mengetahui dan memiliki
pengalaman pada materi yang dijelaskan oleh penyuluhnya walaupun mungkin tidak
persis sama serta akan menanggung resiko
sendiri bila apa yang dianjurkan penyuluh ternyata gagal. Resiko ini juga menjadi salah satu faktor utama adanya
resistensi dan apatisme untuk segera mengadopsi teknologi dan tetap pada
teknologi yang selama ini dilaksanakan.
Resistensi dan apatisme ini
akan sulit berubah hanya dengan penjelasan bentuk kalimat, tetapi akan dengan
mudah berubah bila penyuluh mampu memberikan contoh yang membuktikan bahwa apa
yang dianjurkan lebih mudah penerapannya atau singkat waktunya atau lebih
rendah resikonya, atau lebih memberikan
hasil dan terakhir lebih menguntungkan dibandingkan dengan apa yang dilakukan
pelaku utama selama ini. kiranya tulisan ini bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung ke http://topnewsfisheries.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment