Saturday 30 July 2016

Mengenal Rapfish (Rapid Apraisal for Fisheries) dan Multi-Dimensional Scaling (MDS)


Mungkin anda adalah sorang mahasiswa atau peneliti di perikanan, kelautan, pertanian, peternakan, kehutanan dan atau lingkungan yang berkeninginan mengenal Rapfish dan MDS. Dalam tulisan ini akan coba diperkenalkan apa itu Rapfish dan kaitannya dengan MDS. Anda juga mungkin dapat mengkonfirmasi informasi ini pada tulisan ilmiah atau penelitan yang ada di internet lainnya.
Awalnya saya juga adalah seorang mahasiswa yang tertarik dengan metode penelitian dengan mengunakan Rapfish dan MDS sehingga saya mencoba mendalaminya dan akhirnya menyelesaikan tesis dengan metode tersebut. Langsung saja, Rapfish (Rapid Appraissal for Fisheries) adalah tehnik cepat dalam menganalisis/mengevaluasi status keberlanjutan perikanan di suatau lokus tertentu secara multidimensional. Teknik ini dikembangkan oleh University of British Columbia Canada. Peneliti dalam hal ini tidak mengubah, menambah atau mengadakan manipulasi/eksperimen terhadap obyek atau wilayah penelitian.
Rapfish didasarkan pada teknik ordinasi yaitu menempatkan sesuatu nilai (skor) pada atribut yang terukur dengan menggunakan Multi-Dimensional Scaling (MDS) dengan melibatkan beberapa dimensi. Dimensi dalam Rapfish menyangkut dimensi dari ekologi, ekonomi,teknologi, sosial dan etika (hukum dan kelembagaan). Setiap dimensi memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan sustainability sebagaimana yang diisyaratkan oleh FAO (1999) dan Pitcher and Preikshot (2001).
Acuan utama yang digunakan dalam pendekatan ini adalah Code of Conduct Responsible Fisheries (FAO 1995), Sustainable Development Reference System (FAO) Indicator for Sustainable Development of Marine Capture Fisheries (FAO 1999) dan Rapid Apraisal for Fisheries (FAO 1999). Kemudian diformulasikan dengan pendapat ahli seperti Kavanagh (2001), Pitcher and Preiskhot (2001), Susilo (2003) dan Hermawan (2006) untuk kondisi lokal (daerah penelitian).
Pada metode ini, analisis terhadap semua dimensi dilakukan secara bersamaan atau simultan sehingga dihasilkan suatu vektor skala. Dengan Rapfish dapat diperoleh gambaran jelas dan komprehensif mengenai kondisi sumberdaya perikanan, khususnya perikanan di daerah penelitian sehingga akhirnya dapat dijadikan bahan untuk menentukan kebijakan yang tepat untuk mencapai pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Hal yang sama juga telah banyak dikembangkan dengan modifikasi aplikasi Rapfish. Jadi Rapfish bukan harus untuk mengevaluasi keberlanjutan perikanan saja, tetapi dapat juga digunakan untuk bidang yang berbeda seperti kehutanan, pertanian, peternakan dan pengelolaan lingkungan.
Menurut Taryono (2003) berbagai hasil empiris analisis kelestarian sumberdaya dengan aplikasi Rapfish, diantaranya telah dilakukan oleh Pitcher and Preikshot (2000), serta Fauzi dan Anna (2002). Hasil analisis terhadap perikanan Atlantik Utara (sisi Barat dan sisi Timur) menurut Alder et al. (2000) didapatkan bahwa Perikanan Teluk Meine (Amerika Serikat) mempunyai indikator kelestarian sosial dan teknis yang lebih tinggi dibandingkan dengan perikanan Kanada, Inggris, maupun Jerman.
Hasil aplikasi pendekatan Rapfish pada perikanan laut di DKI Jakarta dan pertama kali di Indonesia yang dilakukan oleh Fauzi dan Anna (2002) menunjukkan bahwa dari dua belas jenis alat tangkap yang dianalisis disimpulkan bahwa alat tangkap pasif seperti bubu dan pancing, berdasarkan indikator kelestarian ekologi berada diantara good dan bad, tetapi secara sosial dan ekonomi cenderung ke arah bad score. Sebaliknya pada perikanan aktif secara teknologi dan ekologi mempunyai skor buruk (bad score), tetapi sebaliknya secara ekonomis dan sosial cenderung ke arah baik (good).

Fauzi dan Anna (2005) menyimpulkan bahwa dari sisi ekologi, alat tangkap yang beroperasi di luar Teluk Jakarta cenderung memiliki skor keberlanjutan relatif lebih rendah, sebab alat tangkap aktif cenderung menimbulkan masalah ekologi, seperti by catch, non selective, dan catch before maturity. Sebaliknya, alat tangkap yang beroperasi di dalam Teluk Jakarta cenderung pasif dan lebih bersifat selektif dan tradisional, sehingga tidak terlalu destruktif. Namun skor keberlanjutan ekonomi antara perikanan di luar teluk dan di dalam teluk menunjukkan bahwa perikanan di dalam Teluk Jakarta cenderung memiliki skor sustainability rendah. Hasil analisis leverage untuk menguji sensitivitas atribut untuk setiap dimensi terhadap skor kelestarian perikanan pesisir Jakarta diperoleh bahwa marketable right, employment sector dan other income mempunyai derajat kepekaan yang tinggi. Sementara pada dimensi sosial, maka tingkat pendidikan, pengetahuan lingkungan serta fishing income mempunyai derajat yang penting dalam mempengaruhi tingkat kelestarian sumberdaya perikanan tersebut. Sementara secara teknis (teknologi) atribut selective gear mendominasi atribut lainnya dalam mempengaruhi tingkat kelestarian tersebut. Sedangkan pada dimensi etika, keterlibatan nelayan dalam penentuan kebijakan (just management) sangat nyata mempengaruhi nilai kelestarian tersebut. 

5 comments:

  1. Apakah aplikasi ini dapat digunakan untuk semua aspek?

    ReplyDelete
  2. butuh softwarenya, yang di webnya tidak ada file untuk dijalankan, mohon bantuannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. bagaimana kita dapat mengetahui cara pemberian skor terhadap suatu atribut?
      mohon bantuannya
      terimakasih

      Delete
  3. Ada beberapa artikel ilmiah di Jurnal Internasional yang menggunakan Rapfish. berdasarkan rentang scoring bad - Good terdapat 2 bentuk yaitu: 0-10 dan 0-3/4.
    Pertanyaan saya ada 2:
    1. apa perbedaan paling mendasar dari 2 bentuk tersebut?
    2. Adakah perbedaan hasil akhir dari 2 rentang scoring tersebut?
    Mohon tanggapan?

    ReplyDelete