Mungkin anda
adalah sorang mahasiswa atau peneliti di perikanan, kelautan, pertanian,
peternakan, kehutanan dan atau lingkungan yang berkeninginan mengenal Rapfish
dan MDS. Dalam tulisan ini akan coba diperkenalkan apa itu Rapfish dan
kaitannya dengan MDS. Anda juga mungkin dapat mengkonfirmasi informasi ini pada
tulisan ilmiah atau penelitan yang ada di internet lainnya.
Awalnya saya
juga adalah seorang mahasiswa yang tertarik dengan metode penelitian dengan
mengunakan Rapfish dan MDS sehingga saya mencoba mendalaminya dan akhirnya
menyelesaikan tesis dengan metode tersebut. Langsung saja, Rapfish (Rapid Appraissal for Fisheries) adalah tehnik cepat dalam menganalisis/mengevaluasi status
keberlanjutan perikanan di suatau lokus tertentu secara multidimensional. Teknik
ini dikembangkan oleh University of
British Columbia Canada.
Peneliti dalam hal ini tidak mengubah, menambah atau mengadakan manipulasi/eksperimen
terhadap obyek atau wilayah penelitian.
Rapfish didasarkan pada teknik
ordinasi yaitu menempatkan sesuatu nilai (skor) pada atribut yang terukur
dengan menggunakan Multi-Dimensional
Scaling (MDS) dengan melibatkan beberapa dimensi. Dimensi
dalam Rapfish menyangkut dimensi
dari ekologi, ekonomi,teknologi, sosial dan etika (hukum
dan kelembagaan).
Setiap dimensi memiliki atribut atau indikator yang
terkait dengan sustainability
sebagaimana yang diisyaratkan oleh FAO (1999) dan Pitcher and Preikshot
(2001).
Acuan utama yang digunakan dalam
pendekatan ini adalah Code of Conduct
Responsible Fisheries (FAO 1995), Sustainable
Development Reference System (FAO) Indicator for Sustainable Development of
Marine Capture Fisheries (FAO 1999) dan Rapid
Apraisal for Fisheries (FAO 1999). Kemudian diformulasikan dengan
pendapat ahli seperti Kavanagh (2001), Pitcher and Preiskhot (2001), Susilo
(2003) dan Hermawan (2006) untuk kondisi lokal (daerah penelitian).
Pada metode ini, analisis
terhadap semua dimensi dilakukan secara bersamaan atau simultan sehingga
dihasilkan suatu vektor skala. Dengan Rapfish
dapat diperoleh gambaran jelas dan komprehensif mengenai kondisi sumberdaya
perikanan, khususnya perikanan di daerah penelitian sehingga akhirnya dapat
dijadikan bahan untuk menentukan kebijakan yang tepat untuk mencapai
pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Hal yang sama
juga telah banyak dikembangkan dengan modifikasi aplikasi Rapfish. Jadi Rapfish
bukan harus untuk mengevaluasi keberlanjutan perikanan saja, tetapi dapat juga
digunakan untuk bidang yang berbeda seperti kehutanan, pertanian, peternakan
dan pengelolaan lingkungan.
Menurut Taryono (2003) berbagai
hasil empiris analisis kelestarian sumberdaya dengan aplikasi Rapfish, diantaranya telah dilakukan
oleh Pitcher and Preikshot (2000),
serta Fauzi dan Anna (2002). Hasil analisis terhadap perikanan Atlantik Utara
(sisi Barat dan sisi Timur) menurut Alder et al. (2000) didapatkan bahwa
Perikanan Teluk Meine (Amerika Serikat) mempunyai indikator kelestarian sosial
dan teknis yang lebih tinggi dibandingkan dengan perikanan Kanada, Inggris,
maupun Jerman.
Hasil aplikasi pendekatan Rapfish pada perikanan laut di DKI
Jakarta dan pertama kali di Indonesia yang dilakukan oleh Fauzi dan Anna (2002)
menunjukkan bahwa dari dua belas jenis alat tangkap yang dianalisis disimpulkan
bahwa alat tangkap pasif seperti bubu dan pancing, berdasarkan indikator
kelestarian ekologi berada diantara good dan bad, tetapi secara
sosial dan ekonomi cenderung ke arah bad score. Sebaliknya pada
perikanan aktif secara teknologi dan ekologi mempunyai skor buruk (bad score),
tetapi sebaliknya secara ekonomis dan sosial cenderung ke arah baik (good).
Fauzi dan Anna (2005)
menyimpulkan bahwa dari sisi ekologi, alat tangkap yang beroperasi di luar Teluk
Jakarta cenderung memiliki skor keberlanjutan relatif lebih rendah, sebab alat
tangkap aktif cenderung menimbulkan masalah ekologi, seperti by catch, non
selective, dan catch before maturity. Sebaliknya, alat tangkap
yang beroperasi di dalam Teluk Jakarta cenderung pasif dan lebih bersifat
selektif dan tradisional, sehingga tidak terlalu destruktif. Namun skor
keberlanjutan ekonomi antara perikanan di luar teluk dan di dalam teluk
menunjukkan bahwa perikanan di dalam Teluk Jakarta cenderung memiliki skor sustainability
rendah. Hasil analisis leverage untuk menguji sensitivitas atribut
untuk setiap dimensi terhadap skor kelestarian perikanan pesisir Jakarta
diperoleh bahwa marketable right, employment sector dan other
income mempunyai derajat kepekaan yang tinggi. Sementara pada dimensi
sosial, maka tingkat pendidikan, pengetahuan lingkungan serta fishing income
mempunyai derajat yang penting dalam mempengaruhi tingkat kelestarian
sumberdaya perikanan tersebut. Sementara secara teknis (teknologi) atribut selective
gear mendominasi atribut lainnya dalam mempengaruhi tingkat kelestarian
tersebut. Sedangkan pada dimensi etika, keterlibatan nelayan dalam penentuan
kebijakan (just management) sangat nyata mempengaruhi nilai kelestarian
tersebut.
Apakah aplikasi ini dapat digunakan untuk semua aspek?
ReplyDeletebutuh softwarenya, yang di webnya tidak ada file untuk dijalankan, mohon bantuannya
ReplyDeleteAda
Deletebagaimana kita dapat mengetahui cara pemberian skor terhadap suatu atribut?
Deletemohon bantuannya
terimakasih
Ada beberapa artikel ilmiah di Jurnal Internasional yang menggunakan Rapfish. berdasarkan rentang scoring bad - Good terdapat 2 bentuk yaitu: 0-10 dan 0-3/4.
ReplyDeletePertanyaan saya ada 2:
1. apa perbedaan paling mendasar dari 2 bentuk tersebut?
2. Adakah perbedaan hasil akhir dari 2 rentang scoring tersebut?
Mohon tanggapan?